RSS

Fisika yang menyebalkan. Dinikmati jadi memusingkan. Tapi ku cinta...

Fisika yang menyebalkan. Dinikmati jadi memusingkan. Tapi ku cinta...

Ayam Kampung


Kebetulan dapat sepasang ayam dari hulu Simatalu, jadi ayamnya dikandangin biar kenal rumah. Ya semacam mos gitu, atau pls. Btw, dapat ini maksudnya dibeli yak, bukan dapat nemu atau dikasih. Bukan. Masa pengenalan rumah oleh ayam sekitar 2 atau 3 hari. Kebenaran papa Cled lagi DL (dinas luar daerah) jadinya yang urusi ayam..tidak ada. Urusi ayam, kayak yang banyak aja. Padahal cuman ada 3 waktu itu. 

Karena saya belum pernah pelihara ayam, saya cuma sediain beras di tempurung tempat makannya dan air di tempat minumnya. Rencana mau kasih kopi sih, barangkali mereka mau ronda malam. Tapi nggak jadi. 😁

Setelah 2 hari, pas mau buang sampah, gak sengaja lihat kandang ayam. Baru ingat kalo ada ayam di kandang. Coba cek, ternyata berubah jadi sapi. 😁 ya nggaklah. Enak mah kalau gitu. Ternyata, beras sama air nya nggak berkurang selama 2 hari. Impossible. Pas mendekat, si ayam jantan hilir mudik nggak tenang. Dengan penuh perhatian saya bertanya,
Saya : "kalian kenapa?"
Ayam :" petok petok petok" 
Mungkin kalau ditranslate gini kali ya,
Ayam : "beri kami makan bos. Sudah 2 hari tidak makan."  
Saya nggak dengar sih mereka bilang gitu, tapi naluri keayaman saya berkata gitu. Terus saya lanjutin lagi. 
Saya : "hah? Emang kalian gak makan beras?" 
Ayam : "ya nggak lah bos. nggak pernah makan begituan bos."
Saya : " dasar ayam kampung. Kalian yang kampungan atau saya yang bego sih."
Ayam : "kami emang dari kampung bos, bos aja yang bego. "
Saya : "sigo"

Ya Iyalah kalau di kampung mana ada beras. Adanya sagu atau kelapa. Dengan cepat kilat saya ambil ampas kelapa dan kasih makan ayam. Mereka makan dengan lahap dan kelihatan seperti abis puasa beberapa hari. Kasihan mereka, punya bos bego. Tapi sekarang udah nggak bego loh. 😀

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Si kakak

Seorang teman yang biasa saya panggil kakak punya 4 orang anak. Pertama perempuan kelas 5 sd, kedua perempuan kelas 3 sd, ketiga laki-laki usia 4 tahun, dan bungsu laki-laki berusia 1,5 tahun. Suami kakak ini biasa saya panggil ito, karena beliau orang batak. 

Bermula ketika korona naik daun dan kehidupan perekonomian masyarakat turun tangga. Si kakak yang semula berjualan di kantin sekolah dengan pendapatan tetap setiap hari walaupun tidak begitu besar, terpaksa berhenti berjualan karena sekolah diliburkan (pembelajaran jarak jauh = belajar di rumah). Sedangkan si ito bekerja sebagai buruh kapal dan hanya bekerja saat kapal masuk. Di sini kapal barang masuk sebulan sekali, jika cuaca bersahabat. Itupun kapal tidak bisa bersandar di pelabuhan, karena memang pelabuhannya yang tidak ada. Ditanya kenapa? Karena sekuat apapun pelabuhan dibuat, ombak yang memecah lebih kuat lagi. Akhirnya kapal hanya bisa terapung dan penurunan barang dibantu dengan bot. Inilah pekerjaan tersulit di Pantai Barat ini, karena taruhannya nyawa. Beberapa waktu lalu, bot yang berisi beberapa buruh untuk membongkar barang, terbalik. Ada 1 korban, ditemukan tak bernyawa keesokan harinya. Kemaren bot ada yg terbalik lagi, tapi Puji Tuhan semua selamat. Maka, besar harapan jalan darat segera rampung untuk memudahkan akses antar kecamatan di pulau Siberut ini. 

Kembali ke si kakak. 
Karena kerjaan si ito yang tidak pasti, berangkatlah mereka sekeluarga ke ladang dan tinggal di sana. Mereka tinggal di pondok dan hidup seadanya. Mereka menanam banyak agar bisa menghasilkan nantinya. 
Puji Tuhan, pemerintah tidak tutup mata akan hal ini. Ada bantuan untuk UKM yang terkendala selama covid, dan si kakak dikabari untuk datang mengambil bantuan di pusat kecamatan. Karena dikira tidak akan lama, si kakak dan si ito berangkat berdua dan anak-anak tinggal di pondok. Ternyata pengurusan bantuan ini lumayan lama, dari pagi hingga sore. Si kakak dan si ito sudah khawatir, tapi sayang jika bantuan ini tidak diurus. Akhirnya mereka ikuti pengurusan hingga sore. Ketika pulang, mereka melihat pondok sudah terbakar dan rata dengan tanah. Lemas, seperti mau mati rasanya. Mengumpulkan kekuatan, sambil menangis mereka mencari anak-anaknya. Tapi Tuhan itu baik. Dia mendengar tangis dan teriak orang minta tolong, terlebih tangisan anak-anak. Ternyata anak-anak berada di pondok ladang tetangga yang kosong, ketakutan. Si bungsu digendong kakak kedua, terisak-isak lelah menangis lama dan seluruh badannya bengkak merah bekas gigitan nyamuk. Si anak ketiga bersama kakak pertama, diam dan takut karena hari sudah senja. Ada gerobak tarik berisi barang-barang yang sempat diselamatkan oleh anak pertama. Ketika mereka menemukan anak-anaknya, tangis mereka pecah. Dan rasa bersalah amat dalam dirasakan oleh orang tua, sedalam rasa syukur untuk keselamatan anak-anaknya. 

Mungkin pembelajaran bagi kita, terutama orang tua, untuk tidak meninggalkan anak-anak tanpa pengawasan orang dewasa.

Maaf ceritanya di post kakak, hanya ingin berbagi cerita. 

Betaet, September 2020.


:) Vi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS