Perjalanan ke Siberut barat sudah terbayang olehku. Ombak yang setinggi rumah dan tebing batu di sekitar pantai yang ditakuti orang untuk berkunjung ke sana. Bukan aku yang pernah ke sana, tapi orang yang pernah ke sana menceritakannya dengan semangat dan dengan ekspresi yang meyakinkan. Aku yang awalnya hanya takut menjadi semakin takut. Aku pikir, ke sana hanya untuk ngantar nyawa. Hahaha.
Tapi... Setelah sampai di sana, gak ada ombak setinggi rumah. Ga ada tebing batu di kiri kanannya. Perjalanan kami baik-baik saja, walaupun aku tetap nangis ketika akan sampai karena melihat ombak yang besar. Tapi tetap, ombaknya tidak sampai setinggi rumah. Mungkin hanya setengahnya saja.
Hmm, terkadang orang-orang suka melebih-lebihkan cerita lalu menambah bumbu biar sedikit lebih sedap. Padahal bumbu yang sedikit itu bisa saja berdampak besar bagi orang lain. Maka, teman-teman, mari kurangi bumbu dalam bercerita. Kita katakan apa adanya saja. 😊😉
Kembali ke Siberut Barat, yang merupakan pantai paling barat dari kepulauan Mentawai.
Banyak hal unik di sini, seperti bahasa yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Kadang ada bahasa yang mirip dengan bahasa korea, seperti 'igoo' untuk bilang 'aduh'. Lalu ada kebiasaan ibu-ibu menyematkan bunga di rambutnya, yang katanya menandakan bahwa mereka sedang bersukacita. Yang gak pake bunga di kepalanya mungkin lagi merasa biasa-biasa aja. Hihihi. Dan orang tua yang memiliki anak kecil akan menggunakan 'inu' atau kalung manik khas Mentawai. Mmm, terus di sini setiap keluarga pasti memiliki gerobak kayu, yang selalu digunakan untuk membawa hasil ladang dan untuk mengangkat pasir. Di sini sulit mendapatkan bahan makanan karena akses yang sulit ditambah ombak yang sedikit besar. Harga barang menjadi mahal karenanya.
Ah, ada beberapa foto tentang kampung ini, terutama sekolahnya, tempat kerjaku.
:)Vi
Tapi... Setelah sampai di sana, gak ada ombak setinggi rumah. Ga ada tebing batu di kiri kanannya. Perjalanan kami baik-baik saja, walaupun aku tetap nangis ketika akan sampai karena melihat ombak yang besar. Tapi tetap, ombaknya tidak sampai setinggi rumah. Mungkin hanya setengahnya saja.
Hmm, terkadang orang-orang suka melebih-lebihkan cerita lalu menambah bumbu biar sedikit lebih sedap. Padahal bumbu yang sedikit itu bisa saja berdampak besar bagi orang lain. Maka, teman-teman, mari kurangi bumbu dalam bercerita. Kita katakan apa adanya saja. 😊😉
Kembali ke Siberut Barat, yang merupakan pantai paling barat dari kepulauan Mentawai.
Banyak hal unik di sini, seperti bahasa yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Kadang ada bahasa yang mirip dengan bahasa korea, seperti 'igoo' untuk bilang 'aduh'. Lalu ada kebiasaan ibu-ibu menyematkan bunga di rambutnya, yang katanya menandakan bahwa mereka sedang bersukacita. Yang gak pake bunga di kepalanya mungkin lagi merasa biasa-biasa aja. Hihihi. Dan orang tua yang memiliki anak kecil akan menggunakan 'inu' atau kalung manik khas Mentawai. Mmm, terus di sini setiap keluarga pasti memiliki gerobak kayu, yang selalu digunakan untuk membawa hasil ladang dan untuk mengangkat pasir. Di sini sulit mendapatkan bahan makanan karena akses yang sulit ditambah ombak yang sedikit besar. Harga barang menjadi mahal karenanya.
Ah, ada beberapa foto tentang kampung ini, terutama sekolahnya, tempat kerjaku.
Awalnya gak terima dikirim ke Betaet, Siberut Barat. Tapi apalah daya, akhirnya diterima juga.
Pandangan pertama
Pantai Betaet arah selatan
Ini, yang mana siswa yang mana guru. Hahaha. Bermahkota ria setelah goro.
Gurunya hanya yang baju biru, selebihnya anak-anak SMP N 1 Siberut Barat.
Halaman sekolah, depan kantor. Biar di daerah terluar, wifi wajib ada... 😀😀😀
Soal adat dan budaya? Disini masih kaya. Kantong aja yg gak kaya. Wkwkwk
Masih guru. Dulu juga pernah capture gini di kelas 7-3 SMP Frater Padang, kali ini di kelas 7-a SMP N1 Siberut Barat.
Halaman dan bangunan kelas
:)Vi