(Anak-anak BIA di stasi Bake, Sikakap)
Rumah yang memiliki anak kecil akan sangat berbeda dengan rumah yang tidak ada anak kecilnya. Dilihat dari fisik, biasanya rumah yang berantakan dan seperti kapal pecah menandakan adanya anak kecil di rumah itu. Begitu sebaliknya, rumah yang rapi kemungkinan besar, anak kecilnya sudah dewasa atau mungkin sudah pindah rumah. ;-)
Selain buat rumah berantakan, anak-anak juga bisa membuat ribut satu kampung. Mungkin karena digangguin kakaknya, atau karena jatuh, atau karna pup dicelana dan hal-hal lain yang bisa buat emaknya teriak sampe ke Utek Uleu (dusun terdekat dari sini).
Ada satu ibu, yang rumahnya kebetulan disamping sekolah. Aku memberinya nama ibu solosong. :D
Selama aku ngajar di sini, ibu itu gak pernah absen di daftar hadirku. Absen berteriak.
Selalu, setiap hari, bahkan tadi pagi saat anak SMP ujian, dengan suasana hening, tiba-tiba ibu itu berteriak memarahi anaknya yang diakhiri dengan umpatan daerah sini. Spontan semua anak tertawa di kelas masing-masing. Aku pun cuma bisa senyum aja.
Ibu solosong punya 3 anak, yang jaraknya berdekatan. Itu membuat suasana rumah beliau hidup sehidup hidupnya, bahkan gaduh. Tapi aku yakin, mereka sangat bahagia.
Buktinya, sore tadi saat aku berangkat internetan ke kantor camat, anak bungsu beliau berumur 3 tahunan, sedang bermain dengan ayahnya. Si kecil duduk di meja, sambil mengacak-acak rambut ayahnya yang duduk di bangku. Hihihi, so sweet. Jadi pengen punya anak. :D maksudnya, aku jadi ingat bapakku.
Anak-anak, membuat kita bahagia lebih banyak. Serius.
Ah, ada beberapa kegiatan dan permainan anak-anak di daerah ini (Siberut Barat) yang sempat aku capture. Andai aku masih seusia mereka, aku pasti ikut dan gak mau ketinggalan.
(Vera dan Icha, anaknya Bapak kepala sekolah :) Pas di ajak foto, Vera bilang "aku dibelakang aja, karena aku ompong" Hahahaha...)
(Habis main hujan, Yohana dan Sinou main di gereja sambil lihat kakak-kakaknya kegiatan BIR. Pakaian Yohana sobek dan lusuh :( )
(Dua anak bujang berburu anak ikan di bandar sekolah)
(Ketemu di jalan, aku tanya "baddei nue? " (mau kemana?), jawabnya "ka mungguei" (ke pantai). Anak-anak ini mau pergi main ke pantai. Lagi, tanpa alas kaki)
(Lala dan teman-temannya lagi main lipat kertas di gereja)
(Ini anak BIR, lagi latih koor buat persiapan Natal. Abis ni lanjut latihan dance)
(Habis main, mereka latihan nari. Itu, dibantu sama kak Dea)
Karena daerah ini masih jauh dari teknologi, anak-anak jarang sekali atau bahkan tidak ada yang bermain gadget. Mereka asing dengan handphone dan laptop, asing dengan COC dan jewelry. Mereka lebih sering bermain di halaman dengan teman-temannya, berlarian, main masak-masak, main jual-jualan, dan yang paling sering aku lihat adalah menangguk ikan di bandar. Hahaha. Namanya di sini "manoktok". Biasanya kegiatan ini dilakukan ibu-ibu atau anak gadis dimusim hujan, di sungai-sungai. Hasil tangkapan banyakan udang, yang nanti disimpan dalam bambu. Tapi kayaknya anak-anak juga gak mau kalah.
Kadang mereka perginya malam, 2 atau 3 orang. Herannya mereka gak takut. Ckckck.
(Lagi melihat hasil tangkapan manoktok di bandar sekolah. Sadar kamera juga. Kecuali si ndut yang lagi berdiri. :D)
(Ini TKP nya pas banget samping rumah dinas SMP. Dapetnya lumayan loh, untuk ukuran anak-anak :D)
(Nah, itu hasilnya. Disimpan dalam botol aqua. Btw, si dedek ini semangat banget manoktoknya. Sampe main lumpur gitu)
Gambar di bawah ini adalah keluarga Paulinus, siswa SMA, yang Bapaknya meninggal beberapa waktu lalu. Kasus pembunuhan. Dan sampe sekarang, sipembunuh belum juga tertangkap.
Kasihan. Sekarang mereka hanya mengandalkan ibu mereka dan abang tertua, Paulinus sebagai tulang punggung keluarga, seorang siswa SMA kelas XI.
Semoga Tuhan berkarya dalam keluarga ini, dengan cara-Nya yang ajaib. Amin.
Adik Paulinus yang baju merah, namanya Remi. Yang lain aku gak ingat, karna mereka jarang bermain di sekitar sekolah. Remi sering main ke sini, dan selalu, tanpa alas kaki. Bajunya juga sudah tidak layak pakai. Lusuh dan sobek di bagian pantat dan ketiak.
Ketika melihat itu, aku ingin sekali melakukan sesuatu untuk Remi.
Karena gak tau mau ngapaian, aku ajak ngobrol aja, dan sering dia gak ngerti bahasaku, begitupun aku. Hahaha. Akhirnya aku cuma ngulang kata "anggana?" (artinya: apa?) dan menggunakan bahasa isyarat.
Aku berpikir, gimana cara bantu Remi, biar dia gak pake baju lusuh dan bisa pake sendal. Bukan hanya Remi, sebagian besar anak-anak di sini sering tidak pake alas kaki dan pakaiannya sudah tidak layak pakai.
Aku coba hubungi Bapak Yosep di Padang, untuk ngumpulin baju dan sendal layak pakai. Sebenarnya anak-anak juga sangat butuh buku-buku bacaan. Di sini, informasi sangat sangat minim di dapat. Perpustaakaaan pun gak ada.
Lalu beliau sangat mendukung rencana ini. SMP Frater siap membantu kata beliau, tapi untuk buku, mungkin ditunda dulu.
Aku juga menghubungi beberapa teman, Meilinda, Ria Koyak dan Mespin. Mereka dengan senang hati ingin terlibat juga. Yeeeeyy puji Tuhan.
Mudah-mudahan dalam minggu depan, bantuan sudah bisa sampai sini, lewat tangan orang-orang baik. :D
Semoga ini bisa membantu Remi dan teman-temannya di sini.
Terima Kasih untuk semua yang terlibat. Tuhan akan melipatgandakan semua itu. Amin.
Sekali lagi, Anak-anak, membuat kita bahagia lebih banyak.
:) Vi