Berhari-hari hujan turun,
dari pagi hingga ke pagi esoknya. Tak lelah dia. Pagi ini sedikit lebih
cerah. Hujan tak hadir, mentari malu-malu mengintip seakan bumi baru saja
dikenalnya.
Aku memutar musik lalu mulai menulis.
Semalam tadi aku berdoa untuk hari cerah pagi ini, untuk
penyesalan yang harus diikhlaskan, untuk kecewa yang disembuhkan, untuk beban
yang akan Ia mampukanku memikulnya, untuk kebahagiaan yang akan Ia buatku peka
menikmatinya, untuk harapan yang tak akan pernah putus. Dan pagi ini, Ia
kabulkan doa pertamaku, doa keduaku, doa ketigaku. Aku berharap untuk doa
keempat, doa kelima dan doa keenam akan
Ia kabulkan pula.
Semalam tadi aku berbincang-bincang dengan kawan-kawan,
membahas hujan yang tak reda, membahas waktu yang menuakan, membahas hati yang
masih kosong. Senang memiliki kawan yang masih peduli. Jika tidak, mungkin aku sudah
terhilang dalam hidup ku sendiri, di balik ombak atau di balik jingganya senja.
Harapku, kami bisa menjadi orang sukses dalam hidup, berbahagia lalu tetap saling membutuhkan satu sama lain,
bukan menjadi orang asing.
Hujan turun, musik tetangga memaksaku mematikan musik dari
ponselku, aku masih tetap menulis.
Suatu hari ada seorang sebatang kara. Orang tuanya tlah lama
mati, sedang satu-satunya saudara yang ia miliki telah berkeluarga lalu ia tak
terperhatikan lagi. Hidup sendiri tak membuatnya terpuruk, buktinya ia hidup
dalam segala kelimpahan. Ia mampu. Ia memiliki semua yang ia inginkan.
Seorang lagi memiliki keluarga utuh. Ada cinta dalam rumah
yang ia tinggali sejak ia kecil. Namun tak mampu mendapatkan yang dia inginkan,
ia susah dalam hal kelimpahan.
Aku berada diantara mereka berdua. Atau mereka adalah aku.
:) Vi