RSS

Fisika yang menyebalkan. Dinikmati jadi memusingkan. Tapi ku cinta...

Fisika yang menyebalkan. Dinikmati jadi memusingkan. Tapi ku cinta...

27 Desember 2014, 8.01 pagi




Berhari-hari hujan turun,  dari pagi hingga ke pagi esoknya. Tak lelah dia. Pagi ini sedikit lebih cerah. Hujan tak hadir, mentari malu-malu mengintip seakan bumi baru saja dikenalnya.
Aku memutar musik lalu mulai menulis. 

Semalam tadi aku berdoa untuk hari cerah pagi ini, untuk penyesalan yang harus diikhlaskan, untuk kecewa yang disembuhkan, untuk beban yang akan Ia mampukanku memikulnya, untuk kebahagiaan yang akan Ia buatku peka menikmatinya, untuk harapan yang tak akan pernah putus. Dan pagi ini, Ia kabulkan doa pertamaku, doa keduaku, doa ketigaku. Aku berharap untuk doa keempat, doa kelima dan doa keenam  akan Ia kabulkan pula. 

Semalam tadi aku berbincang-bincang dengan kawan-kawan, membahas hujan yang tak reda, membahas waktu yang menuakan, membahas hati yang masih kosong. Senang memiliki kawan yang masih peduli. Jika tidak, mungkin aku sudah terhilang dalam hidup ku sendiri, di balik ombak atau di balik jingganya senja. Harapku, kami bisa menjadi orang sukses dalam hidup, berbahagia  lalu tetap saling membutuhkan satu sama lain, bukan menjadi orang asing.

Hujan turun, musik tetangga memaksaku mematikan musik dari ponselku, aku masih tetap menulis.

Suatu hari ada seorang sebatang kara. Orang tuanya tlah lama mati, sedang satu-satunya saudara yang ia miliki telah berkeluarga lalu ia tak terperhatikan lagi. Hidup sendiri tak membuatnya terpuruk, buktinya ia hidup dalam segala kelimpahan. Ia mampu. Ia memiliki semua yang ia inginkan.
Seorang lagi memiliki keluarga utuh. Ada cinta dalam rumah yang ia tinggali sejak ia kecil. Namun tak mampu mendapatkan yang dia inginkan, ia susah dalam hal kelimpahan.

Aku berada diantara mereka berdua. Atau mereka adalah aku.



:) Vi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ayahku




Satu cerita ia nyanyikan sambil menggenggam tangan mungilku
Berjalan menyusur jalan setapak
Katanya, rumah di surga jauh lebih berharga dari pada rumah di dunia
Aku mulai mengira-ngira bentuk surga

Dewasa aku dibawa waktu
Meluaskan jarakku dengannya
Cerita perlahan hilang
Nyanyian tak lagi ada
Ia mulai berjalan di belakangku
Semakin hari semakin jauh
Sesekali ku dengar suaranya
Sesekali saja

Suatu hari, aku pulang
Jalan setapak kini berganti
Rumah kayu kokoh itu menua
Dan Ia di sana, menunggu
Keriput kulitnya yang membalut tulang
Pakaian lusuh menutupi
Dan mata itu…
Oh Tuhan…
Mata yang dulu tajam menatap saat ku salah
Sekarang sayu tak bertenaga

Tak sanggup melihatnya,  aku berlari,,, terengah-engah
Kembali ke saat Ia tak bersamaku
Menyusuri jalan setapak, ketika ia tertinggal jauh dibelakang
Berjalan sendiri memikul beban berat yang tak tertanggung
Jatuh berkali-kali
Sesekali ia tersenyum saat menggumamkan namaku
Letih, ia berhenti di pinggir jalan
Memanggilku,,, akan menceritakan kisah rumah di surga
Akan menyanyikan lagu kesukaanku
Tapi aku…
Oh Tuhan maafkan aku…
Aku terlalu sibuk oleh teman-teman
Terlalu penat dalam pikir ilmu
terlalu terburu-buru dikejar waktu

Maafkan aku, meninggalkanmu jauh dibelakang

Kini,,, ku bungkus kado-kado kecil
Berisi kebahagiaan
Yang akan kuberi padanya, setiap saat semampuku

 

:) Vi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS